MAKALAH USHUL FIQH
SYAR’U MAN QABLANA
DISUSUN
OLEH:
ANNHO MARZUKI
1.
SONIA
2.
UNI
ADRIANTI
3.
ZAFIRA
ISMI AHMAD
4.
YUSRIANTO
5.
SULHADRI
ARDI
6.
REZA
KELAS XI
IPA6
MADRASAH
ALIYAH NEGERI 3 BONE
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah swt. Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyanyang, yang
telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Syar’u Man Qablana”, sebagai tugas
Mata pelajaran Ushul.
Salawat
dan salam semoga tercurah selalu kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw.
Beserta keluarga, sahabat, kerabat, dan pengikut-pengikut beliau hingga akhir
zaman.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan baik dari segi penulisan
maupun bahasa yang digunakan. Untuk itu penulis mohon maaf dan kami
mengharapkan saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun. Semoga sebuah
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dan penulis pada khususnya..
Lappariaja,
Agustus 2019
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul........................................................................................................ i
Kata
Pengantar........................................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A. Latar belakang masalah...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 2
A. Pengertian Syar’u Man Qablana ......................................................................... 2
B. Pendapat Para Ulama Tentang
Syar’u Man Qablana........................................... 2
C.
Pengelompokan Syar’u Man Qablana.................................................................. 3
D.
Macam-Macam Syar’u Man Qablana.................................................................... 4
E. Kedudukan Syar’u Man Qablana......................................................................... 4
F. Kehujjahan Syar’u Man Qablana ........................................................................ 5
G. Hukum Syari’at Sebelum Kita ............................................................................. 7
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 8
A. Kesimpulan........................................................................................................ 8
B. Saran – saran...................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 9
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Al-Qur’an
dan sunnah shahih itu telah mengisahkan tentang salah satu dari hukum syar’i,
yang di syari’atkan Allah SWT kepada umat yang telah dahulu dari kita. Ada
hal-hal dan nash-nash yang disampaikan kepada Nabi SAW juga oleh Tuhan telah
disampaikan kepada umat-umat dahulu kala. Ada hal-hal yang tidak berbeda
menurut apa yang disyari’atkan kepada kita berupa peraturan-peraturan yang
wajib kita ikuti.
Al-Qur’an
dan sunnah telah memisahkan salah satu diantara hukum ini dalil syar’i,
ditegakkan untuk mencabut dan membuangnya. Dalam hal ini tidak ada perbedaan.
Tidak disyri’atkan kepada kita kalau tidak dengan dalil nashih.
Setelah
Rasul wafat, yang memberikan fatwa kepada orang banyak pada waktu itu ialah
jema’ah Sahabat atau yang disebut dengan syar’u man qablana dan mazhab
shahabat. Mereka itu mengetahui fiqih ilmu pangetahuan dan apa-apa yang biasa
yang disampaikan oleh rasul. Memahami Al-Qur’an dan hukum-hukumnya. Inilah yang
menjadi sumber dari fatwa-fatwa dalam bermacam-macam masalah yang terjadi.
Makalah ini akan menguraikan tentang hakikat syar’u
man qablana
dan mazhab
sahabat, yang mencakup pengertian, macam-macam, kehujjahan, dan lain
sebagainya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana Definisi dari Syar’u Man Qablana dan Pendapat Para
Ulama tentang Syar’u Man Qablana?
2. Apa
macam-macam dari Syar’u Man Qablana ?
3.
Bagaimana definisi dari Mazhab Shahabat ?
4.
Bagaimana Kehujjahan dari Mazhab Sahabat ?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Asy-Syar’u Man Qablana
A. PENGERTIAN SYAR’U MAN
QABLANA
Syar’u Man Qablana adalah syari’at atau ajaran-ajaran
nabi-nabi sebelum islam yang berhubungan dengan hukum, seperti syari’at Nabi
Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa as.[1][1]
Contoh dari Syar’u Man Qablana sendiri sebagaimana
dalam surat Al-Baqoroh ayat 183:
ياَاَيُّهَا الَّذِينَ أَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
كَماَ كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَكُمْ تَتَّقُونَ
“ Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu
agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:183).
B. PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG SYAR’U MAN QABLANA
Menurut
Jumhur Ulama yang terdiri atas ulama Hanafiyah, Malikiyah, sebagian ulama
Syafi’iyyah dan salah satu pendapat Imam Ahmad Ibnu Hanbal menyatakan bahwa
apabila hukum-hukum syari’at sebelum islam itu disampaikan kepada Rasulullah
SAW. Melalui wahyu, yaitu AL-Qur’an, bukan melalui kitab agama mereka yang
telah berubah, dengan syarat tidak ada nash yang menolak hukum-hukum itu, maka
umat islam terikat dengan hukum-hukum itu. Alasan yang di kemukakan adalah:[2][2]
1. Pada dasarnya syari’at itu adalah
satu karena datang dari Allah juga oleh karena itu, apa yang disyari’atkan
kepada para nabi terdahulu dan disebutkan dalam Al-Qur’an berlaku kepada umat
Muhammad SAW. Hal itu ditunjukkan oleh Firman Allah:
شَرَعَ
لَكُمْ مِنَ الدِّيْنِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوحَيْنَا إِلَيْكَ
وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيْمَا وَمُوسَ وَعِيْسَ أَنْ أقِيمُوا الدِّينَ
وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى اْلمُشْرِكِيْنَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ
اللهُ يَجْتَبِيْ إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِى إِلَيْهِ مَنْ يُنِيْبُ
“Dia telah
mensyari’atkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan
apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah
belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik
agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang
yang dikehendaki-Nya dan member petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada-Nya).” (QS. As-Syura/42:13)
2. Selain itu, terdapat beberapa ayat yang
menyuruh mengikuti para nabi terdahulu, antara lain firman Allah:
ثُمَّ أَوْ حَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَبِحْ مِلَّةَ
إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا وَمَا كَا نَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
“Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): Ikutilah
agam Ibrahim yang hanif.” (QS. An-Nahl/16:123).[3][3]
C. PENGELOMPOKAN SYAR’U MAN
QABLANA
Syar’u man qablana dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
1.
Syariat terdahulu yang terdapat dalam al-qur’an atau penjelasan Nabi yang
disyariatkan untuk umat sebelum Nabi
Muhammad dan dijelaskan pula dalam al-qur’an atau hadis Nabi bahwa yang demikian telah di-nasakh
dan tidak berlaku lagi bagi umat Nabi Muhammad.
seperti firman allah dalam surat al-an’am (8): 146:
وَعَلَى الَّذيْنَ هَادُوْا
حَرَّمْنَا كُلَّ ذِيْ ظُفُرٍ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ
شُحُوْ مَهُمَا
“Kami haramkan atas orang-orang
Yahudi setiap binatang yang punya kuku, dan dari sapi dan kambing kami haramkan
pada mereka lemaknya”.
Ayat ini mengisahkan apa yang diharamkan Allah untuk
orang Yahudi dahulu. kemudian dijelaskan pula dalam al-qur’an bahwa hal itu
tidak berlaku lagi untuk umat Nabi Muhammad sebagaimana disebutkan dalam surat
Al-An’am (6): 145:
قُلْ
لاَأَجِدُفِيْ مَاأُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًاعَلَى طَاعِمٍل يَطْعَمُهُ
إِلاَّأَنْ يَكُوْنُ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوْ حًاأَوْلَحْمَ خِنْزِيْرٍ
2. Hukum-hukum dijelaskan dalam al-qur’an maupun hadis
nabi disyariatkan untuk umat sebelumnya dan dinyatakan pula berlaku untuk umat
Nabi Muhammad dan berlaku untuk selanjutnya.
يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ
اَمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ
قَبْلِكُمْ لَعَلَكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Hai
orang-orang yang beriman diwajibkan atasmu puasa sebagaimana diwajibkan atas
umat sebelum kalian, mudah-mudahan kalian menjadi orang yang bertakwa’’.
Dalam
ayat ini dijelaskan bahwa puasa
disyariatkan untuk umat terdahulu dan diwajibkan atas umat Nabi Muhammad
3. Hukum-hukum yang disebutkan dalam al-qur’an atau
hadis nabi, dijelaskan berlaku untuk umat sebelum Nabi Muhammad, namun secara
jelas tidak dinyatakan berlaku untuk kita, juga tidak ada penjelasan bahwa
hukum tersebut telah di-nasakh.[4][4]
D. MACAM-MACAM SYAR’U MAN QABLANA
Syar’u Man Qablana dibagi menjadi dua bagian. Pertama,
setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun tidak disebutkan dalam Al-quran
dan Sunnah. Ulama’ sepakat bahwa macam pertama ini
jelas tidak termasuk syariat kita. Kedua, setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun
disebutkan dalam Al-quran dan Sunnah. Pembagian kedua ini
diklasifikasi menjadi tiga, yaitu:
1. Dinasakh
syariat kita (syariat islam). Tidak termasuk syariat kita menurut kesepakatan
semua ulama. Contoh : Pada syari’at nabi Musa As. Pakaian yang terkena najis
tidak suci. Kecuali dipotong apa yang kena najis itu.
2. Dianggap syariat kita melalui
al-Qur’an dan al-Sunnah. Ini termasuk syariat kita atas kesepakatan ulama.
Contoh : Perintah menjalankan puasa.
3. Tidak
ada penegasan dari syariat kita apakah dinasakh atau dianggap sebagai syariat
kita.[5][5]
E. KEDUDUKAN SYAR’U MAN QABLANA
Pada prinsipnya, syariat yang diperuntukkan Allah bagi umat
terdahulu mempunyai asas yang sama dengan syariat yang dibawa Nabi Muhammad.
Hal ini terlihat dalam firman Allah surat Al-Syura : 13
“Dia (Allah) telah mensyari’atkan kepadamu agama yang telah
diwasiatkannya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu (Muhammad)
dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu
tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan jannganlah kamu berpecah-pecah
belah didalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama
yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang dikehendaki kepada
agama Tauhid dan memberikan petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali
(kepada-Nya).”
Diantara asas yang sama itu adalah yang berhubungan dengan
konsepsi ketuhanan, tentang akhirat, tentang janji, dan ancaman Allah.
Sedangkan rinciannya ada yang sama dan ada juga yang berbeda sesuai dengan
kondisi dan perkembangan zaman masing-masing.[6][6]
Oleh karena itu terdapat penghapusan terhadap sebagian hukum
umat-umat yang sebelum kita (umat Islam) dengan datangnya syari‟at Islamiyah
dan sebagian lagi hukum-hukum umat yang terdahulu tetap berlaku, seperti
qishash.[7][7]
F. KEHUJJAHAN SYAR’U MAN QABLANA S
yari’at umat sebelum kita kedudukannya dapat menjadi syariat
kita jika Al-Qur’an dan sunnah telah menegaskan bahwasannya syari’at ini di
wajibkan baik untuk mereka (orang yang sebelum kita) dan juga kepada kita utuk
mengamalkannya, seperti puasa dan qishas. Tetapi jika seandainya Al-Qur’an dan Sunnah Nabi menegaskan bahwa
syariat orang sebelum kita telah di nasakh
(di hapus) hukumnya maka tidak ada perselisihan lagi bahwa syari’at
orang sebelum kita itu bukan syari’at kita. Seperti syar’iat Nabi Musa, yang
menghukum bahwa orang yang berdosa tidak dapat menebus dosanya kecuali ia harus
membunuh dirinya sendiri, pakaian yang terkena
najis tidak dapat di sucikan kecuali memotong bagian bagian yang terkena
najis. Dua syari’at Nabi Musa tersebut di atas tidak berlaku bagi umat Muhammad.
Allah mengharamkan bagi orang Yahudi setiap binatang yang berkuku, sapi dan
domba. Syari’at ini tidak berlaku bagi umat Muhammad. Selin itu juga, terdapat
beberapa perbedaan syari’at orang sebelum kita dengan syari’at kita seperti
format ibadah.[8][8]
Menurut Abu Zahrah bberapa ketentuan yang harus di
perhatikan dalam melihat syari’at
orang. Sebelumkita dengan syari’at orang sebelum kita, sehingga syar’u man
qablana itu layak untuk diikuti atau d tinggalkan. Untukmemutuskan itu
sedikitnya ada tiga hal yang harus jadi pertimbangan :
1. Syari’at orang sebelum kita harus di ceritakan
dengan berdasarkan kepada sumber-sumber yang menjadi pedoman ajaran Islam. Yang
tidak dinukil dari sumber-sumber Islam, makatidak dapat di jadikan hujan bagi
umat Islam. Demikian hasil kesepakatan para fuqaha.
2. Apabila syari’at orang sebelum kita itu telah di
naskh (di hapus), maka tidak boleh di amalkan. Demikian juga jika terddapat
dalil yang menunjukkan kekhususan bagi umat terdahulu, maka syari’at itu khusus
untuk mereka dan tidak berlaku bagi kita seperti Allah sebagian daging bagi
orang bani Israil.
3. Bahwa di lakukan syariat itu untuk mereka (umat
sebelum kita) dan juga berlaku untuk kita itu di dasari oleh nas islam bukan
oleh cerita orang-orang terdahulu. Seperti kewajiban berpuasa Ramadhan.[9][9]
Sebagian sahabat abu Hanifah, sebagian ulama Malikiyah,
sebagian sahabat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat
mengatakan bahwa hukum-hukum yang disebutkan dalam al-qur’an atau sunnah nabi
meskipun tidak diharamkan untuk umat
nabi Muhammad selama tidak ada penjelasan tentang nasakhnya, maka berlaku pula
untuk umat nabi Muhammad.
Jadi Syar’u man qablana berlaku bagi kita, apabila syari’at
tersebut terdapat dalam al-qur’an dan hadist-hadist yang shahih dengan alasan :
1. Dengan tercantumnya syar’u man qablana pada
al-qur’an dan sunnah yang shahih,
maka ia termasuk dalam syari’at samawi
2. Kebenarannya dalam al-qur’an dan sunnah tanpa
diiringin dengan penolakan dan tanpa nasakh menunjukkan bahwa ia juga berlaku
sebagai syari’at nabi Muhmmmad
3. Sebagai implementasi dari pernyataan bahwa
al-qur’an membenarkan kitab-kitab taurat dan injil
G. HUKUM SYARI’AT
Jika Al-qur’an atau sunnah yang sohih mengisahkan suatu hukum yang telah disyariatkan kepada umat yang dahulu melalui para Rosul, kemudian nash tersebut diwajibkan kepada kita sebagaimana diwajibkan kepada mereka maka tidak diragukan lagi bahwa syariat tersebut juga ditujukan kepada kita. Dengan kata lain wajib untuk diikuti. Atau dengan kata lain pula tidak ada perbedaan penadapat bahwasanya hukum tersebut merupakan syariat untuk kita dan suatau undang-udang yang wajib diikuti, berdasarkan penetapan syara’, sebagaimana firman Allah
Jika Al-qur’an atau sunnah yang sohih mengisahkan suatu hukum yang telah disyariatkan kepada umat yang dahulu melalui para Rosul, kemudian nash tersebut diwajibkan kepada kita sebagaimana diwajibkan kepada mereka maka tidak diragukan lagi bahwa syariat tersebut juga ditujukan kepada kita. Dengan kata lain wajib untuk diikuti. Atau dengan kata lain pula tidak ada perbedaan penadapat bahwasanya hukum tersebut merupakan syariat untuk kita dan suatau undang-udang yang wajib diikuti, berdasarkan penetapan syara’, sebagaimana firman Allah
ياايها
الذين امنواكتب عليكم الصيام كماكتب على الذين من قبلكم....
“hai orang-orang yang beriman diwajibkan kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu”(Al-baqarah :183)
Secara etimologis, syar’u man qablana adalah hukum-hukum yang disyariatkan oleh Allah SWT, bagi umat-umat sebelum kita. Secara istilah, syar’u man qablana yaitu syari’at atau ajaran nabi-nabi sebelum Islam yang berhubungan dengan hukum, seperti syari’at nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa. Apakah syariat-syariat yang diturunkan kepada mereka itu berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad Saw. Para ulama ushul Fiqih sepakat bahwa syariat para Nabi terdahulu yang tidak tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw, tidak berlaku lagi bagi umat Islam. Karena kedatangan syariat Islam telah mengakhiri berlakunya syariat terdahulu. Para ulama juga sepakat bahwa syariat sebelum Islam yang dicantumkan dalam al-Quran adalah berlaku bagi umat jika ada ketegasan bahwa syariat itu berlaku bagi umat Nabi Muhammad Saw.
Apabila Al-qur’an dan sunnah yang sohih mengisahkan suatu hukum dan ada dalil syar’I yang menunjukkan penghapusan hukum tersebut dan mengangkatnya dari kita maka juga tidak ada perbedaan pendapat bahwa hukum itu bukanlah syariat bagi kita berdasarkan dalil yang menghapuskan darinya. Misalnya sesuatu yang terdapat pada syariat Nabi Musa AS. Bahwasanya orang yang durhaka itu tidak bisa menebus dosanya kecuali ia membunuh dirinya sendiri dan bahwasanya pakaian yang terkena najis maka tidak bisa dicucikan kecuali memotong bagian yang terkena najis itu. Dan beberapa hukum lainnya yang merupakan beban yang dipikul oleh umat sebelum kita dan diangkat Allah dari kita.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Syar’u Man Qablana adalah syari’at atau ajaran-ajaran
nabi-nabi sebelum islam yang berhubungan dengan hukum, seperti syari’at Nabi
Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa as. Syar’u Man Qablana dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun tidak disebutkan dalam
Al-quran dan Sunnah. Kedua,
setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun disebutkan dalam Al-quran dan
Sunnah.
Yang dimaksud dengan mazhab sahabat ialah pendapat
sahabat Rasulullah SAW. tentang suatu
kasus dimana hukumnya tidak dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah.
Menurut Abu Hanifah, perselisihan antara dua orang sahabat
mengenai hukum sutau kejadian sehingga terdapat dua pendapat, bisa dikatakan ijma’
di antara keduanya. Maka kalau keluar dari pendapat mereka secara keseluruhan
berarti telah keluar dari ijma’ mereka.
Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa pendapat orang
tertentu dikalangan sahabat tidak dipandang sebagai hujjah, bahkan beliau
memperkenankan untuk menentang pendapat mereka secara keseluruhan dan melakukan
ijtihad untuk mengistinbat pendapat lain. Dengan alasan bahwa pendapat
mereka adalah pendapat ijtihadi secara perseorangan dari orang yang tidak ma’sum
(tidak terjaa dari dosa).
B. Saran
Selanjutnya melalui makalah ini,
saya mangajak kepada kaum muslimin dan kaum muslimat khususnya para mahasiswa
agar meninjau kembali beberapa fatwa shahabat mengenai kasus-kasus hukum yang
belum terdapat didalam Al-Qur’an dan sunnah rasulullah SAW. Serta dapat melihat
dengan jelas beberapa perbedaan pendapat ulama tentangkedudukan sumber hukum
islam yang masih diperdebatkan tersebut
DAFTAR PUSTAKA
izin kami pakai kak
BalasHapusDipakai dg amanah yah.. please like komen di yutub ku juga yah
Hapus